Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, S.E, M.Si, memberikan apresiasi kepada UGM atas upaya yang dilakukan dalam mencegah dan menangani kekerasan seksual di lingkungan kampus.
Hal ini disampaikan saat bertemu dengan jajaran pimpinan UGM, Selasa (17/5) di Ruang Multimedia.
“Saya sampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada jajaran UGM, sebelum disahkan UU TPKS kampus ini sudah mendahului melalui peraturan rektor untuk melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual,” katanya.
Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Rektor UGM No 1 Tahun 2020 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kasus Kekerasan Seksual oleh Masyarakat Universitas Gadjah Mada.
Ia juga memberikan apresiasi terhadap Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Pendidikan Tinggi yang juga telah mengeluarkan Peraturan Mendikbud Ristek (Permendikbud) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
“Diharapkan di Perguruan Tinggi dibentuk satgas untuk pencegahan dan penanganan kekerasan seksual,” imbuhnya.
Pemerintah sendiri belum lama ini menerbitkan Undang-undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 9 Mei lalu. Peraturan semacam ini, menurutnya, memberikan payung hukum untuk melindungi masyarakat Indonesia dari kekerasan seksual.
Isu kekerasan seksual menjadi salah satu perhatian penting, dan tercantum dalam lima arahan Presiden kepada Menteri PPPA. Kelima arahan tersebut adalah peningkatan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan, peningkatan peran ibu dalam pendidikan anak, penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak, penurunan pekerja anak, serta pencegahan perkawinan anak.
Berkaitan dengan pengesahan undang-undang ini, Menteri mengucapkan bahwa Kementerian PPPA memerlukan bantuan dari para akademisi untuk menyusun aturan pelaksananya.
“Semakin banyak kita bersinergi dengan stakeholder yang punya keahlian di bidangnya, misalnya UGM melalui Fakultas Hukum bisa membantu mengawal untuk mempercepat aturan pelaksanaannya,” ucapnya.
Selain peraturan pelaksana untuk UU TPKS, pekerjaan rumah lainnya yang harus digarap oleh Kementerian PPPA adalah terkait RUU Kesetaraan Gender yang telah masuk dalam prolegnas sejak tahun 2005 silam.
Isu seputar perempuan dan anak, menurutnya, merupakan isu yang kompleks dan multisektoral. Karena itu diperlukan sinergi dengan berbagai pihak, mulai dari berbagai kementerian terkait, lembaga negara, pemerintah daerah, lembaga agama, hingga instansi pendidikan.
Ia berharap para pakar UGM dapat memberikan masukan terkait persoalan yang terjadi serta ikut mengawal penyusunan aturan-aturan penting dalam konteks perlindungan perempuan dan anak di Indonesia.
Dalam kesempatan ini, Menteri PPPA berkesempatan untuk berdiskusi dengan sejumlah pimpinan fakultas serta pusat studi di UGM, termasuk di antaranya para peneliti dari Pusat Studi Wanita UGM.
“Kami mendapatkan banyak hal dari UGM terkait solusi yang bisa kami lakukan di Kementerian untuk tindak lanjut arahan Presiden dan hal lain terkait masalah perempuan dan anak untuk mewujudkan Indonesia layak anak 2030 dan Indonesia Emas 2045,” papar Menteri.
Penulis: Gloria
Foto: Firsto