Rektor UGM, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG(K), Ph.D., memberikan pengarahan dan pembekalan kepada 6.250 mahasiswa peserta KKN-PPM periode 2 Tahun 2022, Sabtu (11/6), secara daring. Para mahasiswa ini akan diterjunkan ke seluruh pelosok Indonesia pada 25 Juni mendatang. Menurut Rektor, melalui program KKN-PPM ini, mahasiswa bersama-sama diajak untuk bisa terlibat dan berkontribusi nyata, melakukan kegiatan pengabdian dan pemberdayaan bagi masyarakat.
“Program ini mampu melatih para mahasiswa KKN-PPM UGM 2022, untuk memupuk jiwa kemandirian, dan membentuk pribadi yang inovatif, kreatif, kolaboratif maupun adaptif. Melalui momen ini saya juga berpesan, tunaikanlah tugas pengabdian dalam setiap detail programnya dengan penuh kedisiplinan dan rasa tanggung jawab,” katanya.
Tidak hanya itu, Rektor berpesan agar kesempatan KKN-PPM sebagai wahana pembelajaran untuk penguatan bekal di masa depan agar ketika lulus memiliki kapasitas hard skill maupun soft skills serta berperilaku profesional telah menjadi misi kami dalam menopang gerak laju transformasi negeri. “Misi ini bukanlah sekedar jargon, namun harus mampu kita hayati bersama sebagai bagian dari upaya merawat proses pertumbuhan institusi pendidikan, yakni dengan membentuk ekosistem kondusif bagi seluruh komponen di dalamnya. Karena menumbuhkan kehidupan kampus yang kondusif, manusiawi, bermartabat, setara, inklusif, kolaboratif, serta tanpa kekerasan terutama tindak kekerasan seksual telah menjadi mandat Universitas Gadjah Mada,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Rektor menegaskan bahwa selama masa pelaksanaan KKN PPM para mahasiswa membawa semangat anti kekerasan terutama bebas dari adanya tindak kekerasan seksual. “Penegasan ini sekaligus memberikan bekal pemahaman serta penguatan bersama, bahwa Universitas Gadjah Mada senantiasa berupaya memberikan perlindungan dan jaminan keamanan di manapun saudara sekalian belajar dan berkarya,” ujarnya.
Rektor juga menginformasikan bahwa Universitas Gadjah Mada secara resmi meluncurkan laman khusus ‘Pusat Krisis’, sebagai kanal pelaporan ataupun pengaduan terhadap tindak kekerasan yang dialami civitas kampus. Keberadaan kanal ini sekaligus menggenapi kerja Unit Layanan Terpadu atau ULT yang senantiasa memberikan respons cepat terhadap laporan adanya tindak kekerasan seksual di kampus. Ia berharap upaya ini mampu memberikan manfaat bagi semua pihak, sekaligus menjadi bagian dari langkah nyata UGM dalam mewujudkan keamanan dan kenyamanan bagi seluruh civitas, serta memerangi segala bentuk tindak kekerasan seksual di lingkungan pembelajaran universitas. “Upaya untuk membentuk kampus yang kondusif dan bebas dari adanya tindak kekerasan seksual tentu perlu dikawal dengan pembentukan sistem, serta penguatan komitmen bersama, hingga membentuk budaya akademis dalam habitus keseharian civitas UGM,” katanya.
Nurul Kurniati, SH., CN Konselor Hukum dari LSM Rifka Annisa Women Crisis Center, yang ikut hadir memberi pembekalan soal anti kekerasan seksual menyebutkan jumlah kasus kekerasan di lingkungan kampus di DIY selalu meningkat dari tahun ke tahun. Sejak 2006 hingga 2021, ditemukan 127 kasus pelecehan seksual dan 140 kasus perkosaan yang terjadi di lingkungan kampus di DIY. “Dari 130 kasus, para korban adalah mahasiswi. Ada pelapor yang mengadu kasusnya yang menimpa dirinya pada 20 tahun lalu, namun traumanya masih dirasakan sampai saat ini,” katanya.
Ia mengapresiasi komitmen UGM untuk ikut mengkampanyekan semangat anti kekerasan seksual di lingkungan kampus. Apalagi di masa pandemi dua tahun terakhir, pihaknya menerima total 314 kasus pada tahun 2020 dan 300 kasus di tahun 2021. “Pada saat pandemi ini kita banyak mendapat pengaduan hampir 900 kasus kita terima dari seluruh wilayah Indonesia. Ada 314 kasus ditangani secara intens. Tahun 2021, kita menangani sekitar 300 kasus di DIY yang ditangani secara intens,” katanya.
Direktur Direktorat Pengabdian kepada Masyarakat (DPkM) UGM, Prof Ir Irfan Priyambada, M.Eng., Ph.D., mengatakan pembekalan ini sebagai bagian untuk mempersiapkan mahasiswa sebelum diterjunkan ke lokasi penempatan kegiatan KKN. Sebelumnya para mahasiswa mendapat materi pembekalan soal literasi digital. “Sebelumnya kita juga memberikan pembekalan soal literasi digital agar nantinya bisa mengajak warga menjadi pengguna digital yang cakap dan berbudaya. Sebelum ke lapangan, kita pun perlu mempersiapkan apalagi kaitannya soal kekerasan seksual. UGM sebagai tidak mentolerir kekerasan seksual, kita ingin menegaskan kembali dan menyiapkan mahasiswa KKN yang akan dilepas untuk bersiap dan memahami apa yang disebut kekerasan seksual bagaimana terjadi dan cara mencegahnya,” katanya.
Penerjunan mahasiswa KKN tahun ini, kata Irfan, dilakukan secara tatap muka dan berinteraksi langsung dengan masyarakat setelah dua tahun kegiatan program KKN dilaksanakan secara daring. “Banyak kepala daerah dan kepala desa meminta mahasiswa bisa datang. Bahkan ada dari kampus Malaysia menanyakan kapan UGM akan memulai KKN tatap muka lagi. Kita akan mengirim lebih dari 6.000 mahasiswa ke 250 lokasi di 28 provinsi. Ada lokasi yang sangat jauh, sehingga perlu dipersiapkan dengan matang,” pungkasnya.
Penulis : Gusti Grehenson